KAJIAN MAKNA BAHASA
A.
Latar Belakang
Kajian
makna kata dalam suatu bahasa tertentu menurut sistem penggolongan semantik
adalah cabang linguistik yang bertugas semata-mata untuk meneliti makna kata,
sebagaimana asal mulanya, bahkan bagaimana perkembangannya, dan apa sebab-sebabnya
terjadi perubahan makna dalam sejarah bahasa. Banyak bidang ilmu lain yang
mempunyai sangkut-paut dengan semantik, oleh sebab itu makna memegang peranan
tergantung dalam pemakaian bahasa sebagai alat untuk penyampaian pengalaman
jiwa, pikiran dan maksud dalam masyarakat. Bidang semantik terbatas pada usaha
memperhatikan dan mengkaji proses transposisi makna kata dalam pemakaian
bahasa.
Makna
adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan
bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak bisa
dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka kita tidak
bisa memperoleh makna dari kata itu. Kata-kata yang bersal dari dasar yang sama
sering menjadi sumber kesulitan atau kesalahan berbahasa, maka pilihan dan
penggunaannya harus sesuai dengan makna yang terkandung dalam sebuah kata. Agar
bahasa yang dipergunakan mudah dipahami, dimengerti, dan tidak salah
penafsirannya, dari segi makna yang dapat menumbuhkan resksi dalam pikiran
pembaca atau pendengar karena rangsangan aspek bentuk kata tertentu.
Makna
adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk
responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan
asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki. Ujaran manusia itu mengandung
makna yang utuh. Keutuhan makna itu merupakan perpaduan dari empat aspek, yakni
pengertian (sense), perasaan (feeling), nada (tone), dan amanat (intension).
Memahami aspek itu dalam seluruh konteks adalah bagian dari usaha untuk
memahami makna dalam komunikasi.
Menurut
Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut
pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal,
makna gramatikal, dan makna kontekstual. Oleh karena itu, penulis membahas
dalam makalah ini mengenai kajian makna bahasa. Adapun rumusan masalah mencakup
sebagai berikut:
1.
Pengertian makna bahasa.
2.
Kajian makna Leksikal.
3.
Kajian makna Gramitikal.
4.
Kajian makna Kontekstual.
B.
Pengertian Makna Bahasa
Semantik
adalah telaah makna. Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang
menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya
terhadap manusia dan masyarakat. Oleh karena itru, semantik mencakup
makna-makna kata, perkembangannya dan perubahannya. Jadi semantik adalah adalah
ilmu yang mempelajari tentang makna sebuah kata.[1]
Kata
semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang
linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan
hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bahwa semantik itu adalah
bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa.
Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau
tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa : fonologi,
gramatikal, dan semantik.[2]
Semantik
mengandung pengertian “studi tentang makna”. Studi yang mempelajari makna
merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen
makna dalam hal ini juga menduduki tingkat tertentu. Maksudnya apabila komponen
bunyi menduduki pertama, tata bahasa pada tingkat kedua sedangkan komponen
makna menduduki tingkat yang terakhir. Hubungan ketiga komponen tersebut karena
bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak mengecu pada lambang-lambang
yang memiliki tatanan bahasa memiliki bentuk dan hubungan yang mengasosiasikan
adanya makna.[3]
Objek
studi semantik adalah makna bahasa. Lebih tepat lagi, makna dari satuan-satuan
bahasa seperti kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Bahasa memiliki
tataran-tataran analisis, yaitu fonologi, morfologi, dan sintaksis. Bagian-
bagian yang mengandung masalah semantik adalah leksikon dan morfologi.[4]
Makna
adalah apa yang kita artikan atau apa yang kita maksudkan. Ullmann dalam buku
Mansoer Pateda “Semantik leksikal” mengatakan, “ada hubungan antara nama dan
pengertian; apabila seseorang membayangkan suatu benda ia akan segera
mengatakan benda tersebut. Inilah hubungan timbal-balik antara bunyi dan pengertian,
dan inilah makna kata tersebut.[5]
Menurut
Tarigan membagi makna atau meaning atas dua bagian yaitu makna linguistik dan
makna sosial. Selanjutnya membagi makna linguistik menjadi dua yaitu makna
leksikal dan makna struktural.[6]
Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda,
peristiwa, dll.[7]
Sedangkan makna stuktural adalah makna yang muncul sebagai akibat hubungan
antara unsur bahasa yang satu dengan unsur bahasa yang lain dalam satuan yang
lebih besar, berkaitan dengan morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat.
1.
Aspek-aspek makna
Aspek
makna dapat dibedakan atas:
a. Pengertian (Sense)
Aspek
makna pengertian disebut juga tema, yang melibatkan idea atau pesan yang
dimaksud. Apapun yang kita bicarakan selalu mengandung tema atau ide untuk
membicarakan sesuatu atau menjadi topik pembicaraan. Misalnya, (1) Dinten
menika jawah ‘Hari ini hujan’, (2) Dinten menika mendung ‘Hari ini mendung’.
b. Perasaan (Felling)
Aspek
makna perasaan berhubungan dengan sikap pembicara dengan situasi pembicaraan
(sedih, panas, dingin, gembira, jengkel). Kehidupan sehari- hari selamannya
akan berhubungan dengan rasa dan perasaan. Aspek makna yang disebut perasaan
berhubungan dengan sikap pembicara terhadap apa yang sedang dibicarakan.
Misalnya, (1) Ndherek bela sungkawa ‘Turut berduka cita’ leksem tersebut
digunakan pada saat sedang sedih atau berduka, dan sebaliknya (2) Ndherek
bunggahing manah ‘Ikut senang hati’ digunakan disaat sedang bergembira karena
menerima hadiah atau bahagia karena sesuatu.
c. Nada (Tone)
Aspek
makna nada adalah sikap pembicara kepada kawan bicara. Aspek makna nada
melibatkan pembicara untuk memilih kata-kata yang sesuai dengan keadaan lawan
bicara atau pembicara sendiri. Aspek makna nada berhubungan antara pembicara
dengan pendengar yang akan menentukan sikap yang akan tercermin dari
leksem-leksem yang digunakan. Kalau kita bertanya maka kalimat yang akan muncul
adalah pertanyaan. Misalnya,
a) Kereta saking Yogya
sampun dugi ‘Kereta api dari Yogya sudah datang.
b) Kereta saking Yogya
sampun dugi dereng? ‘Kereta api dari Yogya sudah datang?’
c) Lunga saka uripku! ‘Pergi
dari Hidupku!’
d. Tujuan (Intension)
Aspek
makna tujuan adalah maksud tertentu, baik disadari maupun tidak, akibat usaha
dari peningkatan. Aspek makna ini melibatkan klasifikasi pernyataan yang
bersifat deklaratif, persuasif, imperatif, naratif, politis, dan paedagogis
(pendidikan).
C.
Kajian Makna Leksikal.
Makna
Leksikal. Makna leksikal adalah makna sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi
indra kita, makna apa adanya dan makna yang ada dalam kamus. Leksikal adalah
bentuk yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosa kata,
perbendaharaan kata). Dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan
referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indra, atau makna
yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contohnya, kata ‘kepala’ dalam
kalimat ‘Kepalanya hancur kena pecahan granat‘ adalah makna leksikal, tetapi
dalam kalimat ‘Hafizh diangkat menjadi kepala cabang koperasi‘ adalah bukan
makna leksikal. Maksud makna dalam kamus adalah makna dasar atau makna yang
konret. Misalnya leksem ‘Kuda’ memiliki makna sejenis binatang.
Makna
leksikal adalah makna leksikon atau leksem atau kata yang berdiri sendiri,
tidak berada dalam konteks, atau terlepas dari konteks. Ada yang mengartikan
bahwa makna leksikal adalah makna yang terdapat dalam kamus. Hal itu tidak
selalu benar berdasarkan pertimbangan berikut.
1) Kamus tidak hanya memuat
makna leksikal. Sejumlah kemungkinan makna ditampilkan dalam konteks sehingga
makna itu bukan makna leksikal.
2) Jika kamus diartikan
sebagai teks yang memuat kata beserta maknanya, definisi tersebut tidak berlaku
bagi bahasa yang tidak memiliki kamus. Padahal, makna leksikal selalu ada pada
suatu bahasa walaupun bahasa itu belum memilki kamus.
Makna
leksikal adalah makna leksem ketika leksem tersebut berdiri sendiri dalam
bentuk dasar maupun leksem turunan dan maknanya seperti yang kita lihat pada
kamus.[8]
Leksem yang berdiri sendri karena makna sebuah leksem dapat berubah apabila
leksem tersebut berada di dalam kalimat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi
makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda dan
peristiwa.
Makna
leksikal adalah makna lambang kebahasaan yang masih bersifat dasar, yakni belum
mengalami konotasi dan hubungan gramatik dengan kata yang lain.[9]
Berbagai
makna leksikal telah dikemukakan oleh beberapa orang berbagai pendapat dalam
bidang linguistik atau semantik sehingga dapat disimpulkan bahwa makna leksikal
adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil alat indera kita,
makna apa adanya, atau makna sesuai dengan yang ada di dalam kamus.
D.
Kajian Makna Gramitikal
Makna
gramatikal adalah makna yang terjadi setelah proses gramatikal (afikasi, reduplikasi,
kompositumisasi). Perbedaan dari makna leksikal dan gramatikal adalah Makna
leksikal adalah makna dasar/makna dari kata per kata, sedangkan makna
gramatikal adalah makna baru yang muncul ketika kata-kata tersebut menjadi
sebuah kalimat. Makna gramatikal juga dapat diketahui tanpa mengenal makna
leksikal unsur-unsurnya. Misalnya klausa malalat dilili-lili lolo-lolo ini,
yang tidak kita ketahui makna leksikal unsur-unsurnya, apa itu malalat, apa itu
malalat, apa itu dilili-lili, dan apa pula lolo-lolo itu; namun kita tahu bahwa
konstruksi klausa itu memberi makna gramatikal: malalat mengandung makna
‘tujuan, pasien’ dilili-lili mengandung makna ‘pasif’, dan lolo-lolo mengandung
makna ‘pelaku perbuatan’. Contoh: kata ‘kuda‘ bermakna leksikal binatang
sedangkan makna gramatikalnya bisa menjadi alat transportasi atau sejenis.
Contoh, Saya berangkat ke pasar dengan kuda.
Makna
gramatikal ialah makna yang timbul akibat peristiwa tata bahasa, yaitu proses
melekatnya bentuk kata (morfem) yang satu dengan bentuk yang lain.
Bentuk
(morfem) / ber / , / me-l / secara lepas atau berdiri sendiri belum memiliki
makna. Morfem tersebut memiliki makna setelah bergabung dengan bentuk lain,
peristiwa ini disebut proses morfologi.
Makna
Gramatikal Menurut Ahli adalah makna yang hadir sebagai akibat dari proses
gramatika seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Makna gramatikal
bergantung pada konteks yang membawanya. Hal
ini terjadi akibat proses-proses gramatikal yang terjadi pada kata tersebut,
seperti pengimbuhan, pengulangan , dan pemajemukan.
Contoh :
Berumah
- mempunyai rumah
Rumah-rumah
- banyak rumah
Rumah sakit
- rumah tempat merawat orang sakit
Dari
uraian di atas, dapa kita simpulkan perbedaan makna leksikal dan makna
gramatikal sebagai berikut :
1. Makna leksika adalah makna asli, sedangkan makna gramatikal
mekna sesuai konteks
2. Makna leksikal bersifat tetap, sedangkan makna gramatikal bisa
berubah-ubah sesuai proses gramatikal yang terjadi pada kata tersebut.
3. Makna leksikal berdiri sendiri, sedangkan makna gramatikal
terikat dengan kata lain yang mengikutinya.
E.
Kajian Makna
Kontekstual
Adapun
pengertian makna kontekstual menurut Tajuddin adalah “makna yang didasarkan
pada konteks bahasa yaitu hubungan semua unsur bahasa yang mengelilingi kata
dan kalimat. Begitu pula bersandar pada konteks hal (keadaan) yaitu situasi dan
kondisi yang mengelilinginya”.
Chaer
mengungkapkan bahwa makna kontekstual adalah “makna sebuah leksem atau kata
yang berada di dalam konteks. Makna
konteks juga dapat berkenaan dengan situasinya yakni tempat, waktu, lingkungan,
penggunaan leksem tersebut”[10].
Kemudian Sarwiji memaparkan bahwa “makna kontekstual (contextual meaning;
situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan situasi
pada waktu ujaran dipakai”. Beliau juga berpendapat bahwa makna “kontekstual
adalah makna kata yang sesuai dengan konteksnya”.
Dari beberapa uraian diatas maksud dari makna
kontekstual dapat diartikan sebagai makna kata atau leksem yang berada pada
suatu uraian atau kalimat yang dipengaruh oleh situasi, tempat, waktu,
lingkungan penggunaan kata tersebut. Artinya, munculnya makna kontekstual bisa
disebabkan oleh situasi, tempat, waktu, dan lingkungan. Misalnya, makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut :
a. Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.
b. Sebagai kepala sekolah dia harus menegur
murid itu.
c. Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.
F.
Kesimpulan
Menurut
Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut
pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal,
makna gramatikal, dan makna kontekstual. Makna leksikal adalah makna yang
dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Dapat juga dikatakan
bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, sesuai dengan hasil
observasi indera kita atau makna apa adanya. Makna gramatikal adalah makna yang
ada jika terjadi proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi
atau kalimatisasi. Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang
berada di dalam satu konteks. Makna konteks dapat juga berkenaan dengan
situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.
Daftar Pusaka
Aminuddin. Semantik. Bandung: Sinar Baru. 1988.
Chaer Abdul, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta:
PT Rineka Cipta, 1995.
Djajasudarma Fatimah, Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna. Bandung:
Refika Aditama. 2009.
Pateda Mansoer, Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta.
2001.
Tarigan, H.G. Pengajaran Semantik. Bandung : Angkasa. 1985.
[1] Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 1995.) p: 5.
[2] Ibid: 6
[3] Aminuddin. Semantik. (Bandung: Sinar Baru. 1988.)p: 15.
[5] Mansoer Pateda, Semantik Leksikal.( Jakarta: Rineka Cipta.
2001.) p: 45.
[6] H.G. Tarigan, Pengajaran Semantik. (Bandung : Angkasa.
1985.) p: 11.
[7] Fatimah Djajasudarma, Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna. (Bandung:
Refika Aditama. 2009.) p: 13.
[8] Ibid: 64.
[9] Ibid: 87
0 komentar: