KAJIAN MAKNA BAHASA

0 Comments

A.    Latar Belakang
Kajian makna kata dalam suatu bahasa tertentu menurut sistem penggolongan semantik adalah cabang linguistik yang bertugas semata-mata untuk meneliti makna kata, sebagaimana asal mulanya, bahkan bagaimana perkembangannya, dan apa sebab-sebabnya terjadi perubahan makna dalam sejarah bahasa. Banyak bidang ilmu lain yang mempunyai sangkut-paut dengan semantik, oleh sebab itu makna memegang peranan tergantung dalam pemakaian bahasa sebagai alat untuk penyampaian pengalaman jiwa, pikiran dan maksud dalam masyarakat. Bidang semantik terbatas pada usaha memperhatikan dan mengkaji proses transposisi makna kata dalam pemakaian bahasa.
Makna adalah arti atau maksud yang tersimpul dari suatu kata, jadi makna dengan bendanya sangat bertautan dan saling menyatu. Jika suatu kata tidak bisa dihubungkan dengan bendanya, peristiwa atau keadaan tertentu maka kita tidak bisa memperoleh makna dari kata itu. Kata-kata yang bersal dari dasar yang sama sering menjadi sumber kesulitan atau kesalahan berbahasa, maka pilihan dan penggunaannya harus sesuai dengan makna yang terkandung dalam sebuah kata. Agar bahasa yang dipergunakan mudah dipahami, dimengerti, dan tidak salah penafsirannya, dari segi makna yang dapat menumbuhkan resksi dalam pikiran pembaca atau pendengar karena rangsangan aspek bentuk kata tertentu.
Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki. Ujaran manusia itu mengandung makna yang utuh. Keutuhan makna itu merupakan perpaduan dari empat aspek, yakni pengertian (sense), perasaan (feeling), nada (tone), dan amanat (intension). Memahami aspek itu dalam seluruh konteks adalah bagian dari usaha untuk memahami makna dalam komunikasi.
Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal, makna gramatikal, dan makna kontekstual. Oleh karena itu, penulis membahas dalam makalah ini mengenai kajian makna bahasa. Adapun rumusan masalah mencakup sebagai berikut:
1.       Pengertian makna bahasa.
2.       Kajian makna Leksikal.
3.       Kajian makna Gramitikal.
4.       Kajian makna Kontekstual.



















B.     Pengertian Makna Bahasa
Semantik adalah telaah makna. Semantik menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat. Oleh karena itru, semantik mencakup makna-makna kata, perkembangannya dan perubahannya. Jadi semantik adalah adalah ilmu yang mempelajari tentang makna sebuah kata.[1]
Kata semantik ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan untuk bidang linguistik yang mempelajari hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Atau dengan kata lain, bahwa semantik itu adalah bidang studi dalam linguistik yang mempelajari makna atau arti dalam bahasa. Oleh karena itu, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa : fonologi, gramatikal, dan semantik.[2]
Semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”. Studi yang mempelajari makna merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen makna dalam hal ini juga menduduki tingkat tertentu. Maksudnya apabila komponen bunyi menduduki pertama, tata bahasa pada tingkat kedua sedangkan komponen makna menduduki tingkat yang terakhir. Hubungan ketiga komponen tersebut karena bahasa pada awalnya merupakan bunyi-bunyi abstrak mengecu pada lambang-lambang yang memiliki tatanan bahasa memiliki bentuk dan hubungan yang mengasosiasikan adanya makna.[3]
Objek studi semantik adalah makna bahasa. Lebih tepat lagi, makna dari satuan-satuan bahasa seperti kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Bahasa memiliki tataran-tataran analisis, yaitu fonologi, morfologi, dan sintaksis. Bagian- bagian yang mengandung masalah semantik adalah leksikon dan morfologi.[4]
Makna adalah apa yang kita artikan atau apa yang kita maksudkan. Ullmann dalam buku Mansoer Pateda “Semantik leksikal” mengatakan, “ada hubungan antara nama dan pengertian; apabila seseorang membayangkan suatu benda ia akan segera mengatakan benda tersebut. Inilah hubungan timbal-balik antara bunyi dan pengertian, dan inilah makna kata tersebut.[5]
Menurut Tarigan membagi makna atau meaning atas dua bagian yaitu makna linguistik dan makna sosial. Selanjutnya membagi makna linguistik menjadi dua yaitu makna leksikal dan makna struktural.[6] Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dll.[7] Sedangkan makna stuktural adalah makna yang muncul sebagai akibat hubungan antara unsur bahasa yang satu dengan unsur bahasa yang lain dalam satuan yang lebih besar, berkaitan dengan morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat.
1.      Aspek-aspek makna
Aspek makna dapat dibedakan atas:
a.  Pengertian (Sense)
Aspek makna pengertian disebut juga tema, yang melibatkan idea atau pesan yang dimaksud. Apapun yang kita bicarakan selalu mengandung tema atau ide untuk membicarakan sesuatu atau menjadi topik pembicaraan. Misalnya, (1) Dinten menika jawah ‘Hari ini hujan’, (2) Dinten menika mendung ‘Hari ini mendung’.
b.  Perasaan (Felling)
Aspek makna perasaan berhubungan dengan sikap pembicara dengan situasi pembicaraan (sedih, panas, dingin, gembira, jengkel). Kehidupan sehari- hari selamannya akan berhubungan dengan rasa dan perasaan. Aspek makna yang disebut perasaan berhubungan dengan sikap pembicara terhadap apa yang sedang dibicarakan. Misalnya, (1) Ndherek bela sungkawa ‘Turut berduka cita’ leksem tersebut digunakan pada saat sedang sedih atau berduka, dan sebaliknya (2) Ndherek bunggahing manah ‘Ikut senang hati’ digunakan disaat sedang bergembira karena menerima hadiah atau bahagia karena sesuatu.
c.  Nada (Tone)
Aspek makna nada adalah sikap pembicara kepada kawan bicara. Aspek makna nada melibatkan pembicara untuk memilih kata-kata yang sesuai dengan keadaan lawan bicara atau pembicara sendiri. Aspek makna nada berhubungan antara pembicara dengan pendengar yang akan menentukan sikap yang akan tercermin dari leksem-leksem yang digunakan. Kalau kita bertanya maka kalimat yang akan muncul adalah pertanyaan. Misalnya,
a)  Kereta saking Yogya sampun dugi ‘Kereta api dari Yogya sudah datang.
b)  Kereta saking Yogya sampun dugi dereng? ‘Kereta api dari Yogya sudah datang?’
c)  Lunga saka uripku! ‘Pergi dari Hidupku!’
d.  Tujuan (Intension)
Aspek makna tujuan adalah maksud tertentu, baik disadari maupun tidak, akibat usaha dari peningkatan. Aspek makna ini melibatkan klasifikasi pernyataan yang bersifat deklaratif, persuasif, imperatif, naratif, politis, dan paedagogis (pendidikan).
C.    Kajian Makna Leksikal.
Makna Leksikal. Makna leksikal adalah makna sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi indra kita, makna apa adanya dan makna yang ada dalam kamus. Leksikal adalah bentuk yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indra, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita. Contohnya, kata ‘kepala’ dalam kalimat ‘Kepalanya hancur kena pecahan granat‘ adalah makna leksikal, tetapi dalam kalimat ‘Hafizh diangkat menjadi kepala cabang koperasi‘ adalah bukan makna leksikal. Maksud makna dalam kamus adalah makna dasar atau makna yang konret. Misalnya leksem ‘Kuda’ memiliki makna sejenis binatang.
Makna leksikal adalah makna leksikon atau leksem atau kata yang berdiri sendiri, tidak berada dalam konteks, atau terlepas dari konteks. Ada yang mengartikan bahwa makna leksikal adalah makna yang terdapat dalam kamus. Hal itu tidak selalu benar berdasarkan pertimbangan berikut.
1)  Kamus tidak hanya memuat makna leksikal. Sejumlah kemungkinan makna ditampilkan dalam konteks sehingga makna itu bukan makna leksikal.
2)  Jika kamus diartikan sebagai teks yang memuat kata beserta maknanya, definisi tersebut tidak berlaku bagi bahasa yang tidak memiliki kamus. Padahal, makna leksikal selalu ada pada suatu bahasa walaupun bahasa itu belum memilki kamus.
Makna leksikal adalah makna leksem ketika leksem tersebut berdiri sendiri dalam bentuk dasar maupun leksem turunan dan maknanya seperti yang kita lihat pada kamus.[8] Leksem yang berdiri sendri karena makna sebuah leksem dapat berubah apabila leksem tersebut berada di dalam kalimat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesi makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda dan peristiwa.
Makna leksikal adalah makna lambang kebahasaan yang masih bersifat dasar, yakni belum mengalami konotasi dan hubungan gramatik dengan kata yang lain.[9]
Berbagai makna leksikal telah dikemukakan oleh beberapa orang berbagai pendapat dalam bidang linguistik atau semantik sehingga dapat disimpulkan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, makna yang sesuai dengan hasil alat indera kita, makna apa adanya, atau makna sesuai dengan yang ada di dalam kamus.
D.    Kajian Makna Gramitikal
Makna gramatikal adalah makna yang terjadi setelah proses gramatikal (afikasi, reduplikasi, kompositumisasi). Perbedaan dari makna leksikal dan gramatikal adalah Makna leksikal adalah makna dasar/makna dari kata per kata, sedangkan makna gramatikal adalah makna baru yang muncul ketika kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat. Makna gramatikal juga dapat diketahui tanpa mengenal makna leksikal unsur-unsurnya. Misalnya klausa malalat dilili-lili lolo-lolo ini, yang tidak kita ketahui makna leksikal unsur-unsurnya, apa itu malalat, apa itu malalat, apa itu dilili-lili, dan apa pula lolo-lolo itu; namun kita tahu bahwa konstruksi klausa itu memberi makna gramatikal: malalat mengandung makna ‘tujuan, pasien’ dilili-lili mengandung makna ‘pasif’, dan lolo-lolo mengandung makna ‘pelaku perbuatan’. Contoh: kata ‘kuda‘ bermakna leksikal binatang sedangkan makna gramatikalnya bisa menjadi alat transportasi atau sejenis. Contoh, Saya berangkat ke pasar dengan kuda.
Makna gramatikal ialah makna yang timbul akibat peristiwa tata bahasa, yaitu proses melekatnya bentuk kata (morfem) yang satu dengan bentuk yang lain.
Bentuk (morfem) / ber / , / me-l / secara lepas atau berdiri sendiri belum memiliki makna. Morfem tersebut memiliki makna setelah bergabung dengan bentuk lain, peristiwa ini disebut proses morfologi.
Makna Gramatikal Menurut Ahli adalah makna yang hadir sebagai akibat dari proses gramatika seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Makna gramatikal bergantung pada konteks yang membawanya. Hal ini terjadi akibat proses-proses gramatikal yang terjadi pada kata tersebut, seperti pengimbuhan, pengulangan , dan pemajemukan.
Contoh :
Berumah
- mempunyai rumah
Rumah-rumah
- banyak rumah
Rumah sakit
- rumah tempat merawat orang sakit
Dari uraian di atas, dapa kita simpulkan perbedaan makna leksikal dan makna gramatikal sebagai berikut :
1. Makna leksika adalah makna asli, sedangkan makna gramatikal mekna sesuai konteks
2. Makna leksikal bersifat tetap, sedangkan makna gramatikal bisa berubah-ubah sesuai proses gramatikal yang terjadi pada kata tersebut.
3. Makna leksikal berdiri sendiri, sedangkan makna gramatikal terikat dengan kata lain yang mengikutinya.
E.     Kajian Makna Kontekstual
Adapun pengertian makna kontekstual menurut Tajuddin adalah “makna yang didasarkan pada konteks bahasa yaitu hubungan semua unsur bahasa yang mengelilingi kata dan kalimat. Begitu pula bersandar pada konteks hal (keadaan) yaitu situasi dan kondisi yang mengelilinginya”.
Chaer mengungkapkan bahwa makna kontekstual adalah “makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam konteks.  Makna konteks juga dapat berkenaan dengan situasinya yakni tempat, waktu, lingkungan, penggunaan leksem tersebut”[10]. Kemudian Sarwiji memaparkan bahwa “makna kontekstual (contextual meaning; situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan situasi pada waktu ujaran dipakai”. Beliau juga berpendapat bahwa makna “kontekstual adalah makna kata yang sesuai dengan konteksnya”.
 Dari beberapa uraian diatas maksud dari makna kontekstual dapat diartikan sebagai makna kata atau leksem yang berada pada suatu uraian atau kalimat yang dipengaruh oleh situasi, tempat, waktu, lingkungan penggunaan kata tersebut. Artinya, munculnya makna kontekstual bisa disebabkan oleh situasi, tempat, waktu, dan lingkungan. Misalnya, makna konteks kata kepala pada kalimat-kalimat berikut :
a.   Rambut di kepala nenek belum ada yang putih.
b.   Sebagai kepala sekolah dia harus menegur murid itu.
c.   Nomor teleponnya ada pada kepala surat itu.
F.     Kesimpulan
Menurut Chaer (1994), makna dapat dibedakan berdasarkan beberapa kriteria dan sudut pandang. Berdasarkan jenis semantiknya, dapat dibedakan antara makna leksikal, makna gramatikal, dan makna kontekstual. Makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau ada pada leksem meski tanpa konteks apapun. Dapat juga dikatakan bahwa makna leksikal adalah makna yang sebenarnya, sesuai dengan hasil observasi indera kita atau makna apa adanya. Makna gramatikal adalah makna yang ada jika terjadi proses gramatikal seperti afiksasi, reduplikasi, komposisi atau kalimatisasi. Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata yang berada di dalam satu konteks. Makna konteks dapat juga berkenaan dengan situasinya, yakni tempat, waktu dan lingkungan penggunaan bahasa itu.

Daftar Pusaka
Aminuddin. Semantik. Bandung: Sinar Baru. 1988.
Chaer Abdul, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995.
Djajasudarma Fatimah, Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: Refika Aditama. 2009.
Pateda Mansoer, Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta. 2001.
Tarigan, H.G. Pengajaran Semantik. Bandung : Angkasa. 1985.





[1] Abdul Chaer, Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995.) p: 5.
[2] Ibid: 6
[3] Aminuddin. Semantik. (Bandung: Sinar Baru. 1988.)p: 15.
[4] Ibid: 6
[5] Mansoer Pateda, Semantik Leksikal.( Jakarta: Rineka Cipta. 2001.) p: 45.
[6] H.G. Tarigan, Pengajaran Semantik. (Bandung : Angkasa. 1985.) p: 11.
[7] Fatimah Djajasudarma, Semantik 2 Pemahaman Ilmu Makna. (Bandung: Refika Aditama. 2009.) p: 13.
[8] Ibid: 64.
[9] Ibid: 87
[10] Ibid: 290













Intelektual Muslim

Some say he’s half man half fish, others say he’s more of a seventy/thirty split. Either way he’s a fishy bastard.

0 komentar: